Tabik!
blog ini dibuat untuk kepentingan tugas mata kuliah
Rabu, 30 Desember 2015
Senin, 07 Desember 2015
Pengembangan Bahan Ajar dengan Model Search, Solve, Create, and Share (SSCS) sebagai Upaya Meningkatkan Kemampuan Reflektif Matematis Siswa
oleh : Rini Fajrin
1
Pengembangan Bahan Ajar
1.2
Bahan Ajar
Bahan ajar adalah seperangkat bahan
yang disusun secara sistematis yang digunakan guru dalam melaksanakan kegiatan
pembelajaran di kelas dalam rangka mencapai standar kompetensi yang ditentukan
(Hardianty, 2012)
Menurut Soedjadi (Nugroho, 2011:22)
bahan ajar dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu:
1. Bahan
ajar inti merupakan kumpulan fakta-fakta, konsep-konsep, operasi-operasi serta
prinsip-prinsip dasar matematika yang penting. Penentuan bahan ajar inti harus
berpandu pada tujuan serta bekal siswa yang telah didapatkan terlebih dahulu.
2. Bahan
ajar pengayaan merupakan bahan ajar yang berfungsi meluaskan cakrawala siswa
serta lebih memantapkan kemampuannya untuk mengikuti pelajarannya lebih lanjut.
Dengan demikian bahan ajar pengayaan ini terdiri atas topic-topik lama dan
baru.
Bahan ajar disusun untuk
mempermudah guru dalam melaksanakan pembelajaran di sekolah. Bandono (2009)
menyatakan tujuan dan manfaat penyusunan bahan ajar adalah sebagai berikut:
1. Bahan
ajar disusun dengan tujuan:
a. Menyediakan
bahan ajar yang sesuai dengan tuntutan kurikulum degan mempertimbangkan
kebutuhan peserta didik, yakni bahan ajar yang sesuai dengan karakteristik dan
setting atau lingkungan sosial peserta didik.
b. Membantu
peserta didik dalam memperoleh alternatif bahan ajar di samping buku-buku teks
yang terkadang sulit diperoleh.
c. Memudahkan
guru dalam melaksanakan pembelajaran
2. Manfaat
bagi guru:
a. Diperoleh
bahan ajar yang sesuai tuntutan kurikulum dan sesuai dengan kebutuhan belajar
peserta didik.
b. Tidak
lagi tergantung kepada buku teks yang terkadang sulit untuk diperoleh.
c. Memperkaya
karena dikembangkan dengan menggunakan berbagai referensi.
d. Menambah
pengetahuan dan pengalaman guru dalam menulis bahan ajar.
e. Membangun
komunikasi pembelajaran yang efektif antara guru degan peserta didik karena
peserta didik akan merasa lebih percaya kepada gurunya.
f. Menambah
angka kredit jika dikumpulkan menjadi buku dan diterbitkan.
3. Manfaat
bagi peserta didik:
a. Kegiatan
pembelajaran menjadi lebih menarik.
b. Kesempatan
untuk belajar secara mandiri dan mengurangi ketergantungan terhadap kehadiran
guru.
c. Mendapatkan
kemudahan dalam mempelajari setiap kompetensi yang harus dikuasainya.
2. Model Pembelajaran SSCS
Menurut
Baroto (2009), SSCS adalah model pembelajaran yang memakai pendekatan problem solving, didesain untuk
mengembangkan keterampilan berpikir kritis dan meningkatkan kemampuan konsep
ilmu. Model ini pertama kali dikembangkan Pizzini pada tahun 1988 pada mata
pelajaran sains (IPA). Selanjutnya, Pizzini, et al., sebagaimana dikutip
oleh Irwan (2011: 4) menyempurnakan model ini dan mengatakan bahwa model ini
tidak hanya berlaku untuk pendidikan sains saja, tetapi juga cocok untuk
pendidikan matematika. Pada tahun 2000 Regional
Education Laboratories suatu lembaga pada departemen Pendidikan Amerika
Serikat (US Departement of Education)
mengeluarkan laporan bahwa model pembelajaran SSCS termasuk salah satu model
pembelajaran yang memperoleh Grant untuk dikembangkan dan dipakai pada mata
pelajaran matematika dan IPA. (Rahmawati, 2013)
Menurut Pizzini, dkk (Irwan, 2011:
5) pada model pembelajaran SSCS terdapat empat langkah penyelesaian masalah
yang urutannya dimulai dari menyelidiki masalah (Search), merencanakan pemecahan masalah (Solve), mengkonstruksi pemecahan masalah (Create), dan mengkomunikasikan penyelesaian yang diperoleh (Share). Secara rinci kegiatan yang
dilakukan siswa pada keempat fase tersebut disajikan dalam Tabel 2.1.
Tabel
2.1
No
|
Fase/Tahapan
|
Keterangan
|
1.
|
Search
|
§ Memahami soal atau kondisi yang diberikan
kepada siswa, yang berupa apa yang diketahui, apa yang ditanyakan,
§ Melakukan observasi dan investigasi
terhadap kondisi tersebut,
§ Membuat
pertanyaan-pertanyaan kecil,
§ Menganalisis
informasi yang ada sehingga terbentuk sekumpulan ide.
|
2.
|
Solve
|
§ Menghasilkan dan melaksanakan rencana
untuk mencari solusi.
§ Mengembangkan keterampilan berpikir
kritis seperti kemampuan untuk memilih apa yang harus dilakukan, bagaimana
melakukan yang terbaik, data apa yang penting, pengukuran akurat harus
bagaimana dan mengapa setiap langkah diperlukan dalam proses mereka.
§ Memilih metode untuk memecahkan masalah.
§ Mengumpulkan data dan menganalisis.
|
3.
|
Create
|
§ Menciptakan produk yang berupa solusi
masalah berdasarkan dugaan yang telah dipilih pada fase sebelumnya.
§ Menguji dugaan yang dibuat apakah benar
atau salah.
§ Menggambarkan hasil dan kesimpulan mereka
sekreatif mungkin dan jika perlu siswa dapat menggunakan grafik, poster, atau
model.
|
4.
|
Share
|
§ Berkomunikasi dengan guru, teman
sekelompok serta kelompok lain atas solusi masalah. Siswa dapat menggunakan
media rekaman, video, poster, dan laporan.
§ Mengartikulasikan pemikiran mereka,
menerima umpan balik, dan mengevaluasi solusi.
|
Peranan guru dalam model
pembelajaran SSCS adalah memfasilitasi pengalaman untuk menambah pengetahuan
siswa (Pizzini sebagaimana dikutip oleh Ramson, 2010: 8). Peranan guru lebih
lengkap pada tiap fase disajikan dalam Tabel 2.2 sebagai berikut.
Tabel
2.2
No
|
Fase
|
Kegiatan yang
dilakukan
|
1.
|
Search (Mendefinisikan
Masalah)
|
§ Menciptakan situasi yang dapat
mempermudah munculnya pertanyaan.
§ Menciptakan dan mengarahkan kegiatan.
§ Membantu dalam pengelompokan dan
penjelasan permasalahan yang muncul.
|
2.
|
Solve (Mendesain
Solusi)
|
§ Menciptakan situasi yang menantang bagi
siswa untuk berfikir.
§ Membantu siswa mengaitkan pengalaman yang
sedang dikembangkan dengan ide, pendapat, atau gagasan siswa tersebut.
§ Memfasilitasi siswa dalam hal memperoleh
informasi dan data.
|
3.
|
Create (Mengkontruksi
Pemecahan Masalah)
|
§ Mendiskusikan kemungkinan penetapan
audien dan audiensi.
§ Menyediakan ketentuan dalam analisis data
dan teknik penayangannya.
§ Menyediakan ketentuan dalam menyiapkan
presentasi.
|
4.
|
Share
(Mengkomunikasikan penyelesaian yang diperoleh)
|
§ Menciptakan terjadinya interaksi antara
kelompok/diskusi kelas.
§ Membantu mengembangkan metode atau
cara-cara dalam mengevaluasi hasil penemuan studi selama presentasi, baik
secara lisan maupun tulisan.
|
Adapun keunggulan model
pembelajaran SSCS dengan menggunakan pendekatan problem solving menurut Pizzini (Ramson, 2010:17) yaitu:
Tabel 2.3
Bagi Guru
|
Bagi Siswa
|
1. Dapat
melayani siswa yang lebih luas.
2. Dapat
melibatkan keterampilan berpikir tingkat tinggi dalam pembelajaran.
3. Melibatkan
semua siswa secara aktif dalam proses pembelajaran.
4. Meningkatkan
pemahaman antara sains teknologi dan masyarakat dengan memfokuskan pada
masalah-masalah dalam kehidupan sehari-hari.
|
1. Kesempatan
memperoleh pengalaman langsung pada proses pemecahan masalah.
2. Kesempatan
untuk mempelajari dan memantapkan konsep-konsep dengan cara yang lebih
bermakna
3. Mengolah
informasi.
4. Menggunakan
keterampilan berpikir tingkat tinggi.
5. Memberi
kesempatan pada siswa untk bertanggung jawab terhadap proses pembelajarannta.
6. Bekerja
sama dengan orang lain.
7. Menetapkan
pengetahuan tentang grafik, pengolahan data, menyampaikan ide dalam bahasa
yang baik dan keterampilan yang lainnya.
|
3.
Kemampuan Berpikir
Reflektif Matematis
Berpikir reflektif adalah kegiatan
yang aktif, tidak pasif, dan perlu usaha. (De Walle, 2006). Menurut Rahman
(2013: 15) pada awalnya konsep berpikir reflektif (reflective thinking) diperkenalkan oleh John Dewey pada tahun 1911
dalam bukunya “How We Think”, sebuah karya yang dirancang bagi para guru. Dewey
beranggapan bahwa ilmu akan bertabah hanya apabila seseorang telah melalui
proses berpikir reflektif.
Skemp (Suharna, 2012) menyatakan
bahwa proses berpikir reflektif (reflective thinking) dapat digambarkan
sebagai berikut: (a) informasi atau data yang digunakan untuk merespon, berasal
dari dalam diri (internal), (b) bisa menjelaskan apa yang telah dilakukan, (c)
menyadari kesalahan dan memperbaikinya, dan (d) mengkomunikasikan ide dengan
simbol atau gambar bukan dengan objek langsung.
Terdapat
empat tahapan dalam proses berpikir reflektif menurut Lenng dan Kember
berdasarkan Mezirow’s theorical framework (Suharna, 2012) yaitu:
1. Habitual
Action (Tindakan Biasa). Habitual Action didefinisikan
‘… a mechanical and automatic activity that is performed with little
conscious thought’, yaitu kegiatan yang dilakukan dengan sedikit pemikiran
yang sengaja.
2. Understanding
(Pemahaman). Pemahaman yaitu siswa
belajar memahami situasi yang terjadi tanpa menghubungkannya dengan situasi
lain.
3. Reflection
(Refleksi). Refleksi yaitu aktif
terus-menerus, gigih, dan mempertimbangkan dengan saksama tentang segala
sesuatu yang dipercaya kebenarannya yang berkisar pada kesadaran siswa.
4. Critical
Thinking (Berpikir Kritis ). Berpikir kritis
merupakan tingkatan tertinggi dari proses berpikir reflektif yang melibatkan
bahwa siswa lebih mengetahui mengapa ia merasakan berbagai hal. Memutuskan dan
memecahkan penyelesaian.
Selanjutnya
Dewey (Choy, 2001) mengungkapkan tiga sumber asli yang wajib untuk berpikir
reflektif yaitu:
1. Curiosity (keingintahuan)
Curiosity
ini lebih kepada cara-cara siswa merespon masalah. Curiosity merupakan keingintahuan akan penjelasan fenomena-fenomena
yang memerlukan jawaban fakta secara jelas serta keinginan untuk mencari
jawaban sendiri terhadap persoalan yang diangkat.
2. Suggestion
(Saran)
Saran merupakan ide-ide yang dirancang oleh siswa
akibat pengalamannya. Saran haruslah beraneka ragam (agar siswa mempunyai
pilihan yang banyak dan luas) serta mendalam (agar siswa dapat memahami inti
masalahnya).
3. Ordeliness
(keteraturan)
Siswa harus mampu merangkum ide-idenya untuk
membentuk satu kesatuan yang selaras ke arah kesimpulan.
Berdasarkan
kajian teori yang telah dilakukan, indikator kemampuan berpikir reflektif
matematis yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi
masalah;
2. Membatasi
dan merumuskan masalah;
3. Mengajukan
beberapa kemungkinan alternatif solusi pemecahan masalah;
4. Mengembangkan
ide untuk memecahkan masalah dengan cara mengumpulkan data;
5. Menguji
solusi untuk membuat kesimpulan.
DAFTAR PUSTAKA
Bandono.
(2009). Pengembangan bahan ajar.
[Online]. Tersedia: http://bandono.web.id/2009/04/02/pengembangan-bahan-ajar.php.
(13 April 2015)
Baroto,
Gogol. (2009). Pengaruh model
pembelajaran PBL (problem based learning) dan model pembelajaran SSCS (search,
solve, create, and share) ditinjau dari kreativitas dan intelegensi siswa.
Tesis pada PPs Universitas Sebelas Maret. Surakarta: Tidak diterbitkan.
Choy,
N. K. (2001). Pemikiran reflektif oleh
Dewey. [Online]. Tersedia di: http://www.teachersrock.net/dewey%20pemikiran%20refleksi.html.
(13 April 2015)
De
Walle, John A van. (2008). Matematika
sekolah dasar dan menengah (pengembangan pengajaran). Jakarta: Erlangga.
Firmansari,
Haifa. (2011). Pengaruh penerapan model pembelajaran SSCS
(search, solve, create, and share) terhadap peningkatan kemampuan berpikir
kritis pada siswa SMP dalam matematika. Skripsi UPI. Bandung: Tidak
diterbitkan.
Hardianty,
Hanny. (2012). Pengembangan model bahan
ajar strategi pembelajaran konflik kognitif (cognitive conflict) untuk
meningkatkan kemampuan koneksi matematis siswa SMP. Skripsi UPI. Bandung:
Tidak diterbitkan.
Irwan.
(2011). Pengaruh pendekatan problem
posing model SSCS (search, solve, create, and share) dalam upaya meningkatkan
kemampuan penalaran matematika. Disertasi pada PPs UPI. Bandung: Tidak
diterbitkan.
Nindiasari,
H. (2011). Pengembangan bahan ajar dan
instrumen untuk meningkatkan berpikir reflektif matematis berbasis pendekatan
metakognitif pada siswa SMA. Makalah pada Seminar Nasional Matematika UNY.
Yogyakarta: Tidak diterbitkan.
Noer,
H. S. (2010). Peningkatan kemampuan
berpikir kritis, kreatif dan reflektif (K2R) matematis siswa SMP melalui
pembelajaran berbasis masalah. Disertasi pada PPs UPI. Bandung: Tidak
diterbitkan.
Nugroho,
Masayuki. (2011). Pengembangan bahan ajar
yang berbasis aktivitas kritis pada pokok bahasan peluang. Skripsi UPI.
Bandung: Tidak diterbitkan.
Nurdin,
A. (2012). Pengertian kemampuan berpikir reflektif matematis. [Online]. Tersedia
di: http://www.ahmatnurdin.com/pengertian-kemampuan-berpikir-reflektif-matematis.html.
(23 Februari 2015)
Rahman,
Sidiq Aulia. (2013). Peningkatan
kemampuan pemecahan masalah, kemampuan berpikir reflektif matematis, dan
adversity quotient siswa SMP dengan pendidikan open ended. Disertasi pada
PPs UPI. Bandung: Tidak diterbitkan.
Rahmawati, Nurlaili Tri. (2013). Keefektifan
model pembelajaran search, solve,
create, and share (SSCS) berbantuan kartu masalah terhadap kemampuan pemecahan
masalah matematik siswa kelas VIII. Skripsi UNNES. Semarang: Tidak diterbitkan.
Ramson.
(2010). Model pembelajaran SSCS (search,
solve, create, and share) untuk meningkatkan pemahaman konsep berpikir kritis
siswa SMP pada topic cahaya. Tesis pada PPs UPI. Bandung: Tidak
diterbitkan.
Rohyani,
Annisa. (2014). Pengaruh pembelajaran
dengan pendekatan scientific terhadap peningkatan kemampuan berpikir reflektif
matematis siswa. Skripsi UPI: Tidak diterbitkan.
Suharna,
Hery. (2012). Berpikir reflektif (reflective
thinking ) siswa SD berkemampuan matematika tinggi dalam pemahaman
masalah pecahan. Makalah pada Seminar Nasional Matematika dan
Pendidikan Matematika UNY. Yogyakarta: Tidak diterbitkan.
Suryadi,
D. (2005). Penggunaan pendekatan
pembelajaran tidak langsung serta pendekatan gabungan langsung dan tidak
langsung dalam rangka meningkatkan kemampuan berpikir matematik tingkat tinggi
siswa SLTP. Disertasi pada PPs UPI. Bandung: Tidak diterbitkan.
Senin, 30 November 2015
Langganan:
Postingan (Atom)