Makna dan Posisi serta Urgensi
Bimbingan dan Konseling dalam Praktek Pendidikan
- Pengertian
Bimbingan dan Konseling
Bimbingan
dan konseling merupakan terjemahan dari “guidance” dan “counseling”
. Istilah “guidance” mengandung arti 1) mengarahkan (to direct),
2) memandu (to pilot), 3) mengelola (to manage), dan 4) menyetir
(to steer).
Djumhur
dan Moh. Surya(1975: 15) berpendapat bahwa bimbingan adalah suatu proses
pemberian bantuan yang terus menerus dan sistematis kepada individu dalam
memecahkan masalah yang dihadapinya, agar tercapai kemampuan untuk dapat
memahami dirinya (self understanding),
kemampuan untuk menerima dirinya (self
acceptance), kemampuan untuk mengarahkan dirinya (self direction) dan kemampuan untuk merealisasikan dirinya (self
realization) sesuai dengan potensi atau kemampuannya dalam mencapai penyesuaian
diri dengan lingkungan, baik keluarga, sekolah dan masyarakat.
Adapun
pengertian konseling menurut Robinson (M. Surya dan Rohman N., 1986:25) adalah
sebagai semua bentuk hubungan antara dua orang, dimana yang seorang, yaitu
klien dibantu untuk lebih mempu menyesuaikan diri secara efektif terhadap
dirinya sendiri dan lingkungannya.
2. Kondisi Bimbingan dan Konseling
(BK) di Sekolah
Ada beberapa
paradigma yang berkaitan dengan BK di sekolah:
a) Sekolah yang
sadar betul pentingnya BK untuk membangun karakter peserta didik. Kesadaran ini
mendorong sekolah ini menata sistem penyelenggaraan BK menjadi salah satu
elemen penting sekolah.
b) Sekolah yang
sadar akan kedudukan BK dalam pembentukan pribadi peserta didik, tetapi tidak
didukung oleh materi, tenaga dan yayasan atau pemerintah.
c) Sekolah yang
masih menerapkan manajemen BK “jadul”. Guru BK masih dianggap sebagai polisi sekolah, hanya menangani
orang yang bermasalah.
d) Sekolah yang
belum memiliki manajemen BK. Penyebabnya bisa karena belum ada tenaga, atau
tidak ada yang tahu sehingga tidak ada yang memulai, atau bisa juga karena
masalah finansial, atau menganggap tidak perlu.
3.
Landasan
Psikologis Bimbingan dan Konseling
Untuk kepentingan bimbingan dan konseling,
beberapa kajian psikologi yang perlu dikuasai oleh konselor adalah tentang: (1)
motif dan motivasi; (2) konflik dan frustasi; (3) sikap; pembawaan dan
lingkungan, (3) perkembangan individu; (4 belajar; dan (5) kepribadian.
4.
Landasan Sosiologis Bimbingan dan Konseling
Faktor-faktor sosial budaya yang menimbulkan kebutuhan akan
bimbingan menurut John J. Pietrofesa dkk.,(1980); M. Surya & Rochman N.,(1986); dan Rochman N., (1987) adalah sebagai berikut;
a)
Perubahan Konstelasi Keluarga
b)
Perkembangan Pendidikan
c)
Dunia Kerja
d)
Perkembangan Kota Metropolitan
e)
Perkembangan Komunikasi
f)
Seksisme dan Rasisme
g)
Kesehatan Mental
h)
Perkembangan Teknologi
i)
Kondisi Moral dan Keagamaan
j)
Kondisi sosial Ekonomi
5. Landasan Pedagogis Bimbingan
dan Konseling
Tohirin
(2007: 103) mengatakan bahwa landasan bimbingan dan konseling setidaknya
berkaitan dengan:
a)
Pendidikan sebagai upaya
pengembangan individu dan bimbingan merupakan salah satu bentuk kegiatan
pendidikan;
b)
Pendidikan sebagai inti proses
bimbingan dan konseling, dan;
c)
Pendidikan sebagai inti tujuan
bimbingan dan konseling.
6. Landasan Agama Bimbingan dan
Konseling
Landasan
agama bimbingan dan konseling pada dasarnya ingin menetapkan klien sebagai
makhluk Tuhan dengan segenap kemuliaannya menjadi fokus sentral upaya bimbingan
dan konseling (Prayitno dan Erman Amti, 2003: 233).
Konselor
dituntut memiliki pemahaman tentang hakikat manusia menurut agama dan peran
agama dalam kehidupan umat manusia.
i.
Hakikat
Manusia Menurut Agama
Menurut
sifat hakiki manusia adalah makhluk beragama (homo religius), yaitu makhluk yang mempunyai fitrah untuk memahami
dan menerima nilai-nilai kebenaran yang bersumber dari agama, serta sekaligus
menjadikan kebenaran agama itu sebagai rujukan (referensi) sikap dan perilakunya. Dapat juga dikatakan bahwa
manusia adalah makhluk yang memiliki motif
beragama, rasa keagamaan, dan kemampuan untuk memahami serta mengamalkan
nilai-nilai agama.
Sebagai
hamba dan khalifah Allah, manusia mempunyai tugas suci, yaitu ibadah atau
mengabdi kepada-Nya. Bentuk pengabdian itu baik yang bersifat ritual-personal
(seperti shlat, shaum, dan berdoa) maupun ibadah sosial, yaitu menjalin
silahturahim (hubungan persaudaraan antar manusia) dan menciptakan lingkungan
yang bermanfaat bagi kesejahteraan atau kebahagiaan umat manusia (rahamatan
lil’alamin).
ii.
Peran
agama
Agama
sebagai pedoman hidup bagi manusia telah memberikan petunjuk (hudan) tentang berbagai aspek kehidupan,
termasuk pembinaan atau pengembangan mental (rohani) yang sehat.
Pendapat para ahli tentang pengaruh agama
terhadap kesehatan mental.
§
A.A.
Briel (psikoanalisis) mengatakan bahwa, “individu
yang benar-benar religius tidak akan pernah menderita sakit jiwa.”
§
Arnold
Toynbee (sejarahwan Inggris) mengemukakan bahwa
krisis yang diderita orang-orang Eropa pada zaman modern ini pada dasarnya
terjadi karena kemiskinan rohaniah dan terapi satu-satunya bagi penderita yang
sedang mereka alami ialah kembali kepada agama.
§
Larson
berpendapat bahwa:”... in navigating the complexities of human health and relationship,
religious commitment is a force to consider.” (Untuk mengemudikan atau
mengendalikan kompleksitas hubungan dan kesehatan manusia, maka komitmen terhadap agama
merupakan suatu kekuatan yang patut diperhatika). (Utsman najati, 1985; Iqbal
Setyarso dan M. Solihat, 1996)
Berdasarkan
pendapat para ahli dan temuan-temuan hasil penelitian menunjukkan bahwa agama
sangat berperan (berkontribusi secara signifikan) terhadap pencerahan diri dan
kesehatan mental individu. Bertitik tolak dari hal ini, maka pengintegrasian
atau penerapan nilai-nilai agama dalam layanan bimbingan dan konseling merupakan
suatu keniscayaan yang harus ditumbuh kembangkan.
iii.
Persyaratan
Konselor
Landasan
religius dalam bimbingan dan konseling mengimplikasikan bahwa konselor sebagai
“helper,” pemberi bantuan dituntut untuk memilih pemahaman akan nilai-nilai
agama, dan komitmen yang kuat dalam mengamalkan nilia-nilai tersebut dalam
kehidupan sehari-hari, khususnya dalam memberikan layanan bimbingan dan
konseling kepada klien atau peserta didik.
Prayitno dan Erman Amti mengemukakakn
persyaratan bagi konselor, yaitu sebagai berikut.
a.
Konselor hendaklah orang yang beragama dan
mengamalkan dengan baik keimanan dan ketaqwaannya sesuai dengan agama yang
dianutnya.
b.
Konselor sedapat-dapatnya mampu mentransfer
kaidah-kaidah agama secara garis besar yang relevan dengan masalh klien.
c.
Konselor harus benar-benar memperhatikan
dan menghormati agama klien.
7.
Landasan
Perkembangan IPTEK Bimbingan dan Konseling
Landasan ilmiah dan teknologi membicarakan
sifat keilmuan bimbingan dan konseling. Bimbingan dan konseling sebagai ilmu
yang multidimensional yang menerima sumbangan besar dari ilmu-ilmu lain dan
bidang teknologi.
a. Keilmuan Bimbingan dan
Konseling
Tohirin (2007: 101)
mengatakan bahwa pelayanan bimbingan dan konseling merupakan kegiatan
professional yang dilaksanakan atas dasar keilmuan baik yang menyangkut teori-teorinya,
pelaksanaan kegiatannya, maupun pengembangannya.
b.
Peran Ilmu Lain dan Teknologi
dalam Bimbingan dan Konseling
Ilmu
bimbingan dan konseling bersifat multireferensial, artinya suatu
disiplin ilmu dengan rujukan atau referensi dari ilmu-ilmu lain seperti
psikologi, ilmu pendidikan, ilmu sosiologi, antropologi, ekonomi, ilmu agama,
ilmu hukum, filsafat, dan lain-lain.
c.
Pengembangan
Bimbingan Konseling Melalui Penelitian
Pengembangan
teori dan pendekatan bimbingan dan konseling boleh jadi dapat dikembangkan
melalui proses pemikiran dan perenungan, namun pengembangan yang lebih lengkap
dan teruji didalam praktek adalah apabila pemikiran dan perenungan itu
memperhatikan pula hasil-hasil penelitian dilapangan.
8. Sejarah Perkembangan Bimbingan
dan Konseling di Indonesia
Pelayanan Konseling dalam sistem pendidikan Indonesia
mengalami beberapa perubahan nama. Pada kurikulum 1984 semula disebut Bimbingan
dan Penyuluhan (BP), kemudian pada Kurikulum 1994 berganti nama
menjadi Bimbingan dan Konseling (BK) sampai dengan sekarang.
Layanan BK sudah mulai dibicarakan di Indonesia sejak tahun 1962. Namun BK baru
diresmikan di sekolah di Indonesia sejak diberlakukan kurikulum 1975. Kemudian
disempurnakan ke dalam kurikulum 1984 dengan memasukkan bimbingan karir di
dalamnya. Perkembangan BK semakin mantap pada tahun 2001.
REFERENSI
Makalah BK kelompok
1Departemen Pendidikan Matematika UPI.2015. MAKNA DAN POSISI
SERTA URGENSI BIMBINGAN DAN KONSELING
DALAM PRAKTEK PENDIDIKAN.
Kartadinata,
Sunaryo. (2011). Menguak Tabir Bimbingan dan Konseling Sebagai Upaya
Pedagogis. Bandung: UPI Press
Sukardi, Dewa Ketut
Drs. MBA. MM. dan Desak P.E. Nila Kusmwati, S.Si, M.Si. (2008). Proses
Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta
Syamsu, Yusuf Dr.,
L.N. dan Dr. A. Juntika Nurihsan. (2009). Landasan Bimbingan dan Konseling.
Bandung: Rosda
Tohirin, Drs. M.
Pd. (2007). Bimbingan dan konseling di sekolah dan madrasah. Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada
http://edukasi.kompasiana.com/2010/03/11/kedudukan-bimbingan-dan-konseling-di-sekolah-90963.html (diakses tanggal 23 Februari 2015)
http://kadosorehari.blogspot.com/2013/04/semua-tentang-bk.html
(diakses tanggal 23 Februari 2015)